Jahiliyah, demokrasi, dan syari’at Islam

oleh Ustadz Abu Muhammad  Jibriel AR

Ya ayyuhal ikwah, pada bahasan sebelumnya dipaparkan sedikit tentang makna jahiliyah, maka pada pembahasan kali ini akan sedikit mengangkat salah-satu produk jahiliyah yang merupakan penjajah tauhid umat: Demokrasi. Harus difahami secara mendasar bagi setiap mukmin bahwa demokrasi jahiliyah tidak dapat dipertemukan dengan syari’at Islam, demikian pula dalam penegakan syari’at Islam, metode penegakannya tidak bisa menggunakan wadah demokrasi jahiliyah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan mendasar dan prinsipal yang mustahil dapat dipertemukan antar keduanya. Perbedaan tersebut diantaranya yaitu:

1. Perbedaan dalam asas tauhid

Tauhid merupakan satu sistem dan syirik merupakan satu sistem yang lain juga. Keduanya tidak akan bertemu. Tauhid adalah satu sistem yang membawa manusia dan seluruh alam kepada Allah Yang esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ia menentukan sumber tempat manusia menerima aqidahnya, syari’atnya, nilai-nilai dan ukurannya, adab sopan-santun dan akhlaknya, pemahaman kepada kehidupan dan alam semesta. Sumber yang diterima orang mukmin itu ialah Allah Yang esa tiada sekutu bagi-Nya. Seluruh hidupnya ditegakkan diatas asas ini tanpa bercampur dengan segenap bentuk syirik—apakah itu syirik secara terang-terangan maupun syirik tersembunyi. Perpisahan yang jelas dan terperinci ini sangat perlu bagi tiap-tiap pendakwah kepada orang-orang yang didakwahi.

2. Perbedaan dalam asas pemahaman

Pemahaman-pemahaman jahiliyah telah bercampur-aduk dengan pemahaman-pemahaman keimanan terutama dalam kelompok-kelompok manusia yang pernah mengenal aqidah yang benar sebelum ini, kemudian menyeleweng darinya. Kelompok seperti ini adalah yang kelompok yang paling bandel dan sulit untuk kembali beriman dalam bentuk yang bersih dari setiap penyelewengan. Mereka lebih bandel dari kelompok manusia yang tidak pernah mengenal aqidah yang benar.  Mereka merasa diri mereka diatas jalan yang benar, padahal sebenarnya mereka sesat dan menyeleweng. Campur-aduk kepercayaan-kepercayaan dan amalan-amalan mereka yang baik dengan yang rusak terkadang memberi harapan kepada para da’i untuk menarik mereka dan mengakui semua aspek kepercayaan yang rusak, tetapi godaan dan harapan ini sangat berbahaya. Jika para da’i tidak cermat, dia akan larut dalam arus perdebatan yang sengit, yang hampir menyelewengkannya dari prinsip yang mula-mula hendak ditawarkannya.

3. Perbedaan dalam hakekat sistem hidup

Jahiliyah tetaplah jahiliyah, Islam tetap Islam. Keduanya adalah sistem hidup yang berbeda jauh. Diantara keduanya dipisahkan oleh jurang yang sangat dalam, yang tidak mungkin ditegakkan jembatan dan dibentangkan tali penghubung. Satu-satunya jalan ialah keluar dari keseluruhan kejahiliyahan dan masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, atau tinggalkan jahiliyah dengan segala apa yang ada padanya dan pindah ke dalam Islam dengan segala apa yang ada padanya.

Ini seperti yang diwasiatkan Allah Ta’ala kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalaam dan segenap pengikutnya sejak mulai dakwah ini dilaungkan sehingga datangnya hari kiamat,

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. al-An’am, 6:153)

4. Perbedaan dalam tabiat agama

Islam adalah dienullah, sedangkan jahiliyah atau kesyirikan adalah dienunnaas. Islam mengembalikan segala persoalan kepada Allah Ta’ala sementara jahiliyah mengembalikan segala urusan kepada hawa-nafsu. Berbeda pokok-pangkalnya dan berbeda akhir tujuannya. Islam datang dari Allah Ta’ala menuju kepada keridhaan-Nya, sedangkan jahiliyah lahir dari konsep manusia menuju kepuasan hawa-nafsu manusia itu sendiri. Islam bertuhankan Allah , sedangkan jahiliyah bertuhankan hawa-nafsu. Al-Qur’an menjelaskan:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah Telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain dari mengatakan: “Datangkanlah nenek moyang kami jika kamu adalah orang-orang yang benar.” Katakanlah: “Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. al-Jatsiyah, 45:23-26)

Demikian pembahasan singkat ini semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bishowwab.

Share the Post: