Induk Segala Lafadzh Do’a Istighfar

Ya ayyuhal ikhwah, sebagai manusia yang berkehidupan, sudah menjadi rutinitas bagi kita untuk memenuhi jatah umur kita dengan beragam aktifitas, bermulakan sejak matahari belum lagi terbit hingga terbenamnya di ufuk barat. Kesibukan dan pengaruh bersosialisasi antara manusia dengan manusia lainnya, kurangnya pemahaman terhadap dien, maupun kekhilafan tanpa sadar—sangat memungkinkan terjadinya kekeliruan atau bahkan prilaku zalim yang akhirnya kita amalkan. Ini bisa dimaklumi, namun yang terbaik dari sifat yang manusiawi tersebut adalah menjadi manusia yang bersegera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah azza wa jalla. Firman-Nya,

“(Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’, 4:110)

Juga firman-Nya,

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali ‘Imran, 3:133)

Demikian juga firman Allah Ta’ala dalam sebuah hadits qudsi berikut,

يَا عِبَادِيْ إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَ النَّهَارِ, وَ أَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا, فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرْلَكُمْ…

“… Wahai hamba-hamba-Ku. Sesungguhnya kalian selalu berbuat kesalahan (dosa) di waktu malam dan siang hari, dan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni kalian…” (HR. Muslim dan Ahmad)

Meneladani uswah kita Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang senantiasa melazimkan lisannya dengan dzikir, istighfar, dan taubat—berikut terdapat sebuah hadits berisi tentang amalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang selayaknya diikuti dan dirutinkan seorang mu’min setiap harinya sehingga banyaknya kelalaian dan kekurangan yang terjadi tidak semakin menggunung akibat dibiarkan tertumpuk tak dibersihkan oleh istighfar dan taubat.

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم قَالَ: سَيِّدُ الْاِسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ، خَلَقْتَنِيْ وَ أَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّمَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ  أَنْتَ .مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوْقِنًا بِهَا, فَمَاتَ مِنْ يُوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ, فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْخَنَّةِ, وَ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَ هُوَ مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ, فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْخَنَّةِ.

Dari Syaddad bin Aus radliyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sayyidul istighfar (induk segala istighfar) itu ialah seorang hamba mengatakan:

ALLAHUMMA ANTA ROBBII LAA ILAAHA ILLA ANTA KHOLAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALAA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHO’TU. A’UUDZUBIKA MIN SYARRI MAA SHONA’TU ABUU-U LAKA BI NI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU-U BI DZANBII FAGHFIRLII FA INNAHUU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA.

(“Ya Allah, Engkaulah Rabbku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkaulah Penciptaku, sedang aku adalah hamba-Mu. Dan aku selalu berada di atas perjanjian-Mu dan sumpah setia-Mu sekuat kemampuanku. Aku berlindung dengan-Mu dari segala kejahatan yang telah aku kerjakan. Aku mengakui segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku, dan aku mengakui segala dosaku, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada siapapun yang dapat mengampuni dosa selain Engkau.”)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu melanjutkan sabdanya, “Barangsiapa yang membaca do’a tersebut di siang hari (di pagi hari) dengan penuh keyakinan, tiba-tiba dia mati pada hari itu sebelum waktu sore (malam), maka dia termasuk ahli surga. Dan barangsiapa yang membaca di malam hari dengan penuh keyakinan dengannya, tiba-tiba dia mati sebelum sampai waktu shubuh, maka dia termasuk ahli surga.” (HR. Bukhari, dalam Shahihnya no. 6306, 6323) dan Adabul Mufrad no. 617, 620)

Demikianlah lafadzh induk istighfar yang telah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kepada sahabat Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu yang sesungguhnya ia (sayyidul istighfar) juga merupakan tuntunan bagi umatnya yang kemudian. Sebagian banyak dari kita mungkin telah mengetahui lafadzh ini, maka untuk kemudian marilah melaziminya. Semoga istighfar yang dilandasi dengan keikhlasan, ketawadhuan, dan diiringi dengan taubatan nasuha—bisa mengikis jutaan titik hitam akibat dosa-dosa dan kemaksiatan kita.

Allahul musta’an…

(abdullahahmad)

Share the Post: